Kasus Pelecehan di SMPN 4 Kuala Mandor B Tuai Kecaman Publik, Terkuak Sosok AGW Dianggap Centil

12 Juli 2025 18:44 WIB
ilustrasi pelecehan seksual/Pixabay

KUBU RAYA, insidepontianak.com - Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret AW, petinggi di SMP Negeri 4, Desa Retok, Kecamatan Kuala Mando B kepada sisiwinya, terus menuai kecamaman hingga keresahan publik.

Pasalnya, kurang lebih tiga bulan dari laporan Dionisius Deodemus, tenaga guru honorer tersebut dipecat tanpa alsan jelas oleh pihak sekolah. Kini, kasus ini pun menggantung meski dalam proses penyelidikan kepolisian.

Keresahan tak pelak dirasakan oleh orang tua murid dan siswa yang bersekolah di sekolah tersebut. Bahkan, mereka mengecam tindakan dugaan asusila oleh AW, guru yang dianggap punya 'kekuasaan' di sekolah tersebut. 

Salah satu siswi kelas 8 di sekolah tersebut, Tanti (nama samaran) mengungkapkan, bahwa AGW dikenal sebagai guru yang centil terhadap siswinya, sehingga membuatnya berjaga jarak dengannya.

"Kalau sehari-hari di sekolah sifatnya itu sedikit centil dengan siswi bahkan terhadap guru," kata Tanti, kepada insidepontianak.com, Sabtu (12/7/2025).

Seiring waktu perbuatanya semakin menjadi. Puncaknya saat kejadian mengangkat siswi kelas delapan yang pingsan saat upacara bendera pada tahun lalu.

Tanti mengungkapkan, bahwa ia melihat posisi tangan AGW saat mengangkat, langsung meremas payudara korban. 

Melihat itu, katanya, ada teman pria yang sempat menegur tangan Age dengan berkata "eh pak tangannya". Kemudian, Age menjawab "oh iya lupa" sambil menyengir.

"Dia (AGW) saat mengangkat korban bukan di daerah payudara, tetapi langsung meremas," tegasnya.

Ia menerangkan, bahwa masih banyak kelakuan bejat yang dilakukan oknum tersebut terhadap siswinya, jika dilihat secara langsung.

"Tapi, yang parahnya itu saat angkat kawan aku pingsan, terus saat senam," terangnya.

Menurut kesaksiannya, saat senam, posisinya berada tepat di belakang Age, sementara korban berada di posisi paling depan.

"Pas gerakan senam agak nunduk, dia (AGW) langsung memegang pantat, kayak ninju-ninju manja," tuturnya.

Sontak, Tanti dan teman-temannya menegur Age, "pak kok kayak gitu", lalu Age menjawab "dak apa lah".

Adapun ia menjelaskan, bahwa Age menghampiri mereka dengan alasan ingin ikut senam.

"Pertama emang melihat kami senam, kemudian dia datang dan ikut di dalam barisan senam," jelasnya.

Dilain sisi, AGW, membantah bahwa ia pernah melakukan pelecehan seksual terhadap siswinya.  Ia pun membantah pernyataan para korban soal tindakan asusila, seperti memegang payudara dan pantat para korban ini.

Ia menerangkan, kejadian itu terjadi setahun yang lalu saat penggelaran upacara bendera di sekolah dan terdapat satu siswi yang pingsan.

"Jadi dengan spontanitas, saya mengangkat korban, kondisi tangan saya memang saat itu berada di bawah ketiak korban, tetapi tidak menyentuh seperti apa yang dituduhkan," terangnya.

Pada saat itu kata dia, salah satu korban sedang bercanda bersama teman- temannya. Terjadilah insiden tanpa sengaja menyentuh tangan korban, yang kebetulan Ia berada dibelakang korban.

"Posisi saya saat itu dibelakang sambil pegang buku. Saya tepuklah korban dengan buku itu, posisi nya seperti itu," ungkapnya.

Alasan Pemecatan yang Rancu

Tak hanya perbedaan pengakuan antara saksi dan terduga pelaku yang menjadi perdebatan, bahkan alasan efisiensi anggaran terhadap pemberhentian Dionisius Deodemus, sebagai tenaga guru honorer, dinilai tak masuk akal.

Deo (akrab disapa) diketahui telah melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialami siswi di sekolah tersebut, yang menyeret nama wakil kepala sekolah, kepada pihak kepolisian.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi menilai, pemecatan Deo, di sekolah tersebut pasca berjalannya kasus ini, dengan alasan efisiensi, sangat tak masuk akal.

"Ini kesalahan besar Disdikbud Kubu Raya, kalau hanya mecat satu orang dengan alasan efisiensi sangat tak masuk akal," kata Herman Hofi kepada insidepontianak.com.

Menurutnya, di sekolah dan dinas masih banyak yang mesti ditekan anggarannya. Makna, efesiensi itu adalah menentukan hal yang tak penting dan tak krusial itu yang diabaikan.

"Kalau cerita guru ini, kita tau rasio antara guru dan siswa itu sudah tak berimbang," ungkapnya.

Ia mendesak, agar Disdikbud Kubu Raya  dapat lebih terbuka dan transparan kepada publik terkait alasan sebenarnya pemecatan tersebut.

"Harus dengan alasan yang konkrit, jangan alasan tak memenuhi administrasi ataupun efisiensi. Itu ngawur semua," tegasnya.

"Ini mesti ada penekanan dan revitalisasi terhadap lembaga pendidikan Kubu Raya. Ini bahaya sekali cara berpikir seperti ini," tambahnya.

Sebelumnya diketahui, terkait pemberhentian Dionisius Deodemus, Disdikbud Kubu Raya, berdalih murni disebabkan oleh efisiensi anggaran di sekolah.

“Tak ada sama sekali hubungannya (dengan pelaporan dugaan pelecehan)," kata Plt Kadisdikbud Kubu Raya, Syarif Firdaus.

Ia menambahkan, bahwa Deo juga tidak terdaftar sebagai guru honorer resmi dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Menanggapi persoalan ini, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kubu Raya, Zainiansyah mengungkapkan, bahwa pihaknya sempat mengundang AGW dan Deo untuk dimediasi.

"Tapi Deo tak hadir," ungkapnya.

Menurutnya, dengan melakukan mediasi antara kedua belah pihak, maka persoalan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

"Kalau memang udah ada titik terang dari persoalan ini, mungkin saya dengan dinas pendidikan akan mengadakan konferensi pers dengan membahas dengan itu," tuturnya.

Di samping itu, terkait laporan kasus dugaan pelecehan seksual, Zainiasyah enggan memberikan keterangan lebih lanjut.

Sebab, PGRI Kubu Raya tak berwenang dalam menindaklanjuti persoalan kasus tersebut, mengingta sudah ada lembaga yang menanganinya.

"Karena kita bukan pengambil kebijakan hukum. Disitu ada hukum dan perundang-undangan. Kita tak berani masuk ke dalam ranah itu," pungkasnya.

Perlu Penyidikan Serius

Kasus dugaan pelecehan seksual, telah dilaporkan Deo sejak 23 April 2025, dan telah diterima oleh Polres Kubu Rayadengan tanda bukti laporan nomor TBL 186/IV/2005.

Namun, kurang lebih tiga bulan penyelidikan berlangsung, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP ) belum dikeluarkan Polres Kubu Raya kepada korban maupun pelapor.

Akibatnya, kasus ini mendapat respons langsung dari Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, ia meminta agar kasus ini segera ditindaklanjuti oleh dinas dan kepolisian.

Ia juga memperingati, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kubu Raya agar tak menjadikan alasan efisiensi tenaga honorer untuk melindungi tindakkan yang melanggar hukum.

Kasubsi Penmas Polres Kubu Raya, Aiptu Ade saat dikonfirmasi insidepontianak.com berdalih kasus tersebut masih dalam proses penyidikan.

"Nunggu nanti kita infokan setelah ada perkembangan hasil penyelidikan," kata Aiptu Ade.
 
Menurut Ade hingga detik ini ada lima orang yakni saksi termasuk korban yang sudah diperiksa oleh pihaknya.

"Ada lima orang yang sudah kita periksa," pungkasnya. 

Sementara itu, Herman Hofi menilai, penanganan kasus dugaan pelecehan seksual di SMP Negeri 4 Kuala Mandor B yang memakan waktu tiga bulan itu, tergolong lama.

"Ini tak terlalu sulit sebenarnya untuk melakukan investigasi lebih lanjut," nilainya.

Namun, ia tetap menghargai apa yang sudah dilakukan tim penyidik dari Polres Kubu Raya, sebab harus diselidiki secara intensif.

"Cuma kita (Polres Kubu Raya) harus betul-betul dapat menyekrup subtansi persoalan," pesannya.

Artinya, kata Herman, pengakuan dari korban (anak) tak bisa langsung 100 persen diterima sebagai pembenaran, karena telah terjadi pelecehan seksual.

Sebab, definisi pelecehan seksual dari perspektif anak sangat berbeda sekali dengan orang dewasa.

Misalnya, terdapat kejadian seorang guru yang harus terpaksa berkontak fisik dengan siswa, karena terdapat peristiwa mendesak.

"Tentu itu tak bisa dimaknai pelecehan seksual," paparnya.

Ia memperingati, jangan sampai anak ini diperalat oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan seseorang.

"Ini tak boleh terjadi," tegasnya.

Oleh sebab itu, terkait penyelidikan kasus ini, maka harus dilakukan secara mendalam.

"Bisa menggunakan tenaga konselor atau psikolog untuk menggali kebenaran adanya pelecehan seksual," sarannya.

"Itu penting, untuk mencari barang bukti sehingga dapat menjerat pelaku tersebut," pungkasnya. (Greg)


Penulis : Gregorius
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar