Efek Media Sosial, Ratusan Anak di Pontianak Didiagnosis Depresi
PONTIANAK, insidepontianak.com – Fenomena depresi di kalangan anak dan remaja Kota Pontianak semakin mengkhawatirkan.
Sejak Februari hingga Oktober 2025, RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie mencatat 600 pasien muda didiagnosis mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
Sebagian besar terdeteksi lewat skrining di Puskesmas. Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie, Eva Nurfarihah, menyebut tren ini sejalan dengan temuan di fasilitas kesehatan dasar.
“Cukup banyak anak usia sekolah yang terdeteksi depresi dari hasil skrining di Puskesmas. Angkanya sesuai dengan pasien yang datang ke rumah sakit,” ujar Eva, Kamis (6/11/2025).
Sejak membuka poliklinik kejiwaan pada Februari 2025, total kunjungan pasien gangguan jiwa di RSUD mencapai sekitar 600 orang. Lebih dari setengahnya menderita depresi dan kecemasan.
Eva mengungkapkan, pengaruh media sosial menjadi faktor dominan. Tekanan untuk diakui di dunia maya membuat banyak remaja kehilangan kepercayaan diri.
“Sekarang, hampir semua hal harus divalidasi lewat media sosial. Kalau unggahannya tak banyak disukai, mereka merasa gagal,” jelasnya.
Sayangnya, Pontianak belum memiliki ruang perawatan khusus pasien gangguan jiwa.
Sejak RS Ali Anyang beralih status menjadi klinik utama, pasien gangguan berat harus dirujuk ke RS Jiwa Singkawang.
“Kami sudah punya dokter psikiater, tapi fasilitasnya terbatas. Kami berharap pemerintah membantu agar Pontianak memiliki layanan jiwa sendiri,” harap Eva.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menilai temuan tersebut sebagai peringatan serius.
Lebih dari 600 siswa SMA di Pontianak mengalami depresi akibat tekanan sekolah, keluarga, dan sosial.
“Ini alarm bagi kita semua. Masalah kesehatan jiwa anak muda tak bisa dianggap sepele,” tegas Nihayatul saat kunjungan kerja ke Pontianak, Kamis (6/11/2025).
Komisi IX, katanya, berkomitmen memperkuat layanan kesehatan jiwa dengan memastikan setiap rumah sakit memiliki fasilitas dan dokter spesialis yang memadai.
“Fasilitas tanpa dokter tentu menyulitkan pelayanan,” ujarnya.
Selain itu, DPR juga mendorong agar klaim BPJS Kesehatan untuk pasien gangguan jiwa dipermudah, sehingga penanganan tak terhambat administrasi.
“Kami ingin pasien gangguan jiwa bisa mendapat pengobatan optimal tanpa kendala birokrasi,” pungkasnya.***
Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : -

Leave a comment