HMKS Soroti Pencemaran Sungai Sambas, Pemerintah Diminta Jangan Tutup Mata

7 Agustus 2025 13:37 WIB
Ilustrasi

SAMBAS, insidepontianak.com – Kondisi Sungai Sambas di Kecamatan Sejangkung kian memprihatinkan. Sungai yang selama ini menjadi nadi kehidupan masyarakat berubah menjadi ancaman serius akibat pencemaran lingkungan yang tak kunjung ditangani secara tuntas. 

Himpunan Mahasiswa Kecamatan Sejangkung (HMKS) pun mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk bertindak.

Ketua Umum HMKS, Muhammad Alfi Syahri, menyampaikan bahwa air Sungai Sambas kini berwarna kuning pekat, berlumpur, dan mengeluarkan bau menyengat. Tak hanya merusak ekosistem, kondisi tersebut juga memicu gangguan kesehatan warga.

“Saya menyaksikan sendiri bagaimana kondisi air sungai kini berubah drastis. Warna airnya keruh, bahkan ada lapisan minyak di permukaan. Ini sangat berbeda dengan kondisi sungai yang dulu jernih dan bersih,”katanya.

Ia juga mengungkap beberapa kejadian pencemaran serius yang pernah terjadi, termasuk tumpahan sekitar 150 ton Crude Palm Oil (CPO) dari ponton sawit pada 2021 di Desa Semanga. Menurutnya, dampak dari insiden itu masih dirasakan warga hingga kini.

“Sebelumnya, pada tahun 2019, saya juga mendengar keluhan warga Desa Sepantai yang mendapati ribuan ikan mati mendadak. Dugaan kuat karena limbah sawit yang masuk ke aliran sungai. Ini sudah bukan kasus baru, tapi masalah lama yang terus berulang,” tambahnya.

Tak hanya pencemaran dari limbah, HMKS juga mencatat adanya dugaan aktivitas pertambangan pasir ilegal dan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang turut memperparah kondisi lingkungan. Salah satu titik aktivitas tersebut, kata Alfi, berada di Dusun Batu Ajung, Desa Dayung, tepat di sepanjang aliran Sungai Ledo.

Situasi ini makin diperburuk dengan meningkatnya kasus penyakit kulit, gatal-gatal, dan alergi yang diderita masyarakat. 

Dinas Kesehatan pun telah mengeluarkan imbauan agar warga tidak menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari.

Namun hingga kini, solusi jangka panjang dinilai belum terlihat.

Dalam pernyataan sikapnya, Alfi menegaskan bahwa HMKS tidak akan tinggal diam. Pihaknya menyuarakan lima tuntutan utama yakni :

1. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pencemaran, baik korporasi maupun pelaku ilegal.
2. Audit lingkungan harus dilakukan secara independen dan transparan, serta hasilnya dipublikasikan.
3. Pemerintah wajib menyediakan akses air bersih dan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat terdampak.
4. Segera dibentuk Peraturan Daerah (Perda) untuk perlindungan sungai dan lingkungan hidup di Kabupaten Sambas.
5. Pelibatan masyarakat dan pemuda dalam upaya pemulihan Sungai Sambas harus menjadi bagian dari kebijakan publik.

Bagi HMKS, Sungai Sambas bukan sekadar sumber air, melainkan sumber kehidupan. Alfi menegaskan, kerusakan sungai adalah kerusakan terhadap hak hidup masyarakat dan kelestarian ekosistem.

“Jika sungai ini rusak, maka rusak pula masa depan warga Sejangkung dan makhluk hidup yang bergantung padanya. Kami meminta pemerintah untuk tidak lagi tinggal diam. Jika tidak ada langkah nyata, kami, mahasiswa, akan terus bersuara dan bergerak bersama rakyat,” tegasnya.

"Sungai harus diselamatkan, rakyat harus dilindungi, dan pemerintah harus bertanggung jawab, " pungkasnya. (*)


Penulis : Antonia Sentia
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar