Anak di Sambas Jadi Korban Perundungan dan Kekerasan, Orang Tua Lapor Polisi

13 Mei 2025 16:30 WIB
Ilustrasi - Stop perundungan anak. (Istimewa)

SAMBAS, insidepontianak.com – Seorang anak berusia 13 tahun di Kabupaten Sambas menjadi korban perundungan hingga kekerasan fisik oleh seorang remaja berusia 14 tahun. 

Peristiwa perundungan itu terjadi di lapangan futsal pada Minggu (11/5/2025), dan menyebabkan korban mengalami trauma berat.

RB (46), orang tua korban, menjelaskan bahwa insiden bermula dari pertandingan sparing futsal antara tim anaknya dan tim pelaku. Dalam aturan pertandingan, tim yang kalah harus membayar sewa lapangan.

“Tim anak saya menang 4–3. Tapi setelah waktu habis, tim pelaku sempat mencetak gol tambahan yang memicu perdebatan,” ungkap RB kepada Insidepontianak.com, Selasa (13/5/2025).

Perdebatan antarpemain berlanjut ke grup WhatsApp, di mana mulai muncul kata-kata tidak pantas. Pelaku sendiri sebenarnya tidak ikut bermain, hanya mengurus timnya. Namun, setelah mendengar sejumlah ucapan yang dinilainya menyinggung, pelaku marah.

Pertemuan lanjutan kembali digelar di Lapangan Futsal Alang, Lumbang. Namun pertandingan dibatalkan karena tim anak RB kekurangan pemain.

RB menuturkan bahwa pada hari kejadian, anaknya keluar rumah sekitar pukul 14.00 untuk kerja kelompok, bukan untuk bermain futsal. Namun setelah pulang, korban menerima pesan WhatsApp untuk mampir ke Lapangan Futsal Alang.

“Baru sekitar lima menit setelah memarkir motor, anak saya langsung dipukul oleh pelaku,” ujarnya.

Saat kejadian, RB dan istrinya sedang berada di kampung dan tidak mengetahui apa yang terjadi. Mereka baru mengetahui setelah menerima video perundungan terhadap anaknya.

“Anak saya tidak langsung cerita karena dia takut,” katanya.

Dalam video pertama, terlihat korban hanya ditindih oleh pelaku. RB pun mencoba melakukan mediasi dengan keluarga pelaku.

“Saya sempat minta pelaku meminta maaf kepada anak saya. saya minta tunjukan bukti chat anak saya yang berkata kasar, namun tidak ada bukti chat itu. Saat itu saya belum melihat video yang menunjukkan kepala anak saya dibenturkan ke lantai semen,” jelasnya.

Namun setelah video kedua diterima, RB merasa tak bisa tinggal diam. Video tersebut menunjukkan aksi kekerasan yang lebih parah dan dinilai sudah melampaui batas kenakalan anak-anak.

“Saya bilang ke pelaku, kalau masih begini saya akan lapor polisi. Tapi dia malah menantang, ‘laporkan saja, saya tidak takut’,” tutur RB.

Sayangnya, respons dari orang tua pelaku saat mediasi dinilai tidak mendukung penyelesaian. Mereka hanya diam dan menyarankan agar permasalahan diselesaikan secara damai.

“Setelah melihat video kedua, saya merasa ini sudah masuk ranah kriminal. Cara pelaku memukul sangat brutal, bukan seperti anak-anak. Saya tak terima,” tegasnya.

Atas saran keluarga yang bekerja di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), RB akhirnya memutuskan melaporkan kejadian itu ke Polres Sambas pada Minggu malam pukul 23.00. Mereka membawa bukti berupa baju korban saat kejadian serta video yang beredar di WhatsApp.

“Karena sudah larut malam, BAP (berita acara pemeriksaan) dijadwalkan keesokan harinya. Anak saya juga sudah divisum dan laporan resmi telah dibuat,” ujarnya.

RB berharap pelaku dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.

“Yang dilakukan pelaku bukan lagi kenakalan remaja, tapi tindakan kriminal. Saya ingin dia dihukum dan dikarantina,” katanya tegas.

RB mengungkapkan bahwa anaknya kini mengalami trauma berat. Korban sering mengigau saat tidur dan merasa takut untuk kembali ke sekolah.

“Dia tidak melawan saat dipukul. Dia hanya berkata ‘bukan salah saya, bukan salah saya’, tapi masih saja dipukul. Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu,” pungkasnya.***


Penulis : Antonia Sentia
Editor : -

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar