Presiden Prabowo Komitmen Tertibkan Tata Kelola Tambang, Dukungan Daerah dan Penegakan Hukum Jadi Kunci

13 November 2025 19:24 WIB
Ilustrasi pertambangan. (Pexels.com/Pixabay)

JAKARTA, insidepontianak.com — Presiden Prabowo Subianto, berkomitmen menata ulang tata kelola tambang dan menutup ruang korupsi di sektor strategis ini. 

Sebab, pertambangan adalah urat nadi ekonomi Indonesia. Karena itu pengelolaannya perlu pengawasan ketat. Agar bisa sejalan dengan pembangunan lingkungan, tidak memicu konflik sosial, dan pendapatan negara bisa masuk sebesar-besarnya. 

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengatakan Presiden memberi perhatian besar pada isu sumber daya alam. Ia ingin kekayaan negara tak lagi dikuasai segelintir pihak dengan cara kotor.

“Beliau berkoordinasi dengan Menhan, Panglima, dan Wapang TNI untuk mendapatkan laporan langsung, terutama usai kunjungan ke Morowali yang terkait isu tambang ilegal,” ujar Prasetyo usai rapat terbatas di kediaman Presiden di Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu, 10 November 2025.

Indonesia punya cadangan mineral dan batubara yang luar biasa besar. Kontribusinya nyata bagi ekonomi dari pajak, royalti, hingga lapangan kerja. Karenanya, tata kelola tambang yang bersih, transparan, dan berpihak pada rakyat menjadi keharusan.

Peran Daerah Menentukan

Pengawasan di daerah jadi kunci keberhasilan reformasi sektor tambang. Pemerintah daerah harus tegas, transparan, dan tak kompromi pada pelanggaran.

Pemprov Jawa Barat memberi contoh. Baru-baru ini mereka menerbitkan 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru, sebagian besar merupakan perpanjangan, bukan izin baru.

Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono, menegaskan seluruh izin diterbitkan dengan pengawasan ketat, memperhatikan tata ruang, lingkungan, dan dampaknya bagi masyarakat.

“Mayoritas IUP perpanjangan, tapi dengan pengawasan lebih ketat. Semua disupervisi langsung oleh provinsi,” tegas Bambang.

Penegakan Hukum Jadi Kunci

Pembersihan sektor tambang tak akan berhasil tanpa ketegasan aparat hukum. Mereka penegakan hukum harus berdiri di atas keadilan, bukan kepentingan.

Kasus korupsi tambang nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, jadi cermin. Kerugian negara mencapai Rp5,7 triliun. PT LAM diduga menggunakan dokumen palsu untuk memanipulasi asal nikel dari wilayah lain.

Sejumlah pihak dari PT Antam, PT LAM, hingga pejabat Kementerian ESDM sudah jadi pesakitan. Namun publik masih bertanya-tanya: mengapa ada yang lolos dari jerat hukum?

Pengamat hukum, Dimas Prasetyo, menyoroti absennya Komisaris PT LAM, Tan Lie Pin alias Lily Salim, dalam sidang. “Ini memperkuat dugaan adanya perlakuan khusus,” ujarnya.

Keanehan lain muncul ketika jaksa tak mengajukan kasasi atas putusan Tipikor Jakarta yang menilai pemilik PT LAM, Windu Aji Sutanto, terbukti menikmati uang korupsi, tapi lolos dari hukuman TPPU dengan alasan ne bis in idem.

Dorong Skema WPR

Di sisi lain, pemerintah mendorong transformasi tambang rakyat lewat skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Tujuannya: menertibkan, bukan melegalkan tambang ilegal.

Skema ini diarahkan untuk wilayah yang memang sudah ada izin aktivitas tambang, agar dikelola secara benar dan memberi manfaat langsung bagi rakyat.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan komitmen Presiden Prabowo agar kekayaan alam Indonesia tak hanya jadi milik korporasi besar.

“Sumber daya alam kita yang besar harus dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Bahlil.

Presiden Prabowo sudah menyalakan lampu hijau. Kini, tinggal seberapa kuat kementerian, daerah, dan aparat hukum menjaga komitmen itu tetap menyala.***


Penulis : Abdul Halikurrahman/biz
Editor : -

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar