BGN Kalbar Tegaskan ASN Tak Boleh Jadi Mitra MBG, tapi Pejabat Daerah Tetap Bermain?

KUBU RAYA, insidepontianak.com – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Regional Kalimantan Barat, Agus Kurniawi, menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang menjadi mitra penyalur program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Namun, di lapangan, program ini justru banyak diwarnai oleh keterlibatan pejabat daerah dan orang-orang dekat kekuasaan.
“ASN memang tidak boleh memiliki SPPG atau menjadi mitra penyalur. Itu jelas aturannya,” kata Agus kepada insidepontianak.com, Kamis (16/10/2025).
Agus menjelaskan, bahwa sistem pendaftaran mitra MBG dilakukan secara mandiri melalui akun website mitra.bgn.go.id.
Di mana, siapa pun bisa mendaftar asal memiliki yayasan dan mitra yang terdaftar di bawahnya.
Namun, Agus mengakui, persoalan adanya keterlibatan pejabat daerah menjadi mitra BGN, sejauh ini tak ada aturan khusus yang melarang
“Siapa pun bebas mendaftar selama punya yayasan yang sah,” ucapnya.
“Yang tidak boleh hanya ASN. Itu yang jelas,” tambahnya.
Pernyataan ini seolah membuka ruang abu-abu dalam pelaksanaan program MBG.
Sebab, di sejumlah daerah, program yang seharusnya berpihak pada masyarakat miskin ini, justru dikelola oleh yayasan yang terafiliasi dengan pejabat pemerintahan.
Agus tak menampik, dalam praktiknya, BGN memang masih menggandeng kepala daerah terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), alasanya koordinasi dan dukungan teknis.
“Untuk daerah-daerah 3T, kami tetap meminta bantuan kepala daerah seperti bupati, wakil bupati, atau ketua satgas, karena mereka yang memahami kondisi lapangan,” jelasnya.
Meski demikian, sejumlah pihak menilai peran pejabat daerah yang terlalu dominan dalam proyek MBG justru menimbulkan konflik kepentingan.
Apalagi ketika lembaga atau yayasan milik orang dekat pejabat ikut menjadi mitra penyalur.
Sebelumnya proyek monopoli ini pernah disindir oleh Pengamat sosial, Zulkarnaen. Ia menilai, campur tangan oknum pejabat maupun instansi pemerintah dalam proyek MBG, jelas tidak etis
"Kalau anggota dewan atau pejabat pemerintah ikut terlibat menjadi penyedia MBG, ini akan menimbulkan konflik kepentingan," tegas Zulkarnaen.
Menurut akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Tanjungpura itu, program MBG seharusnya dijalankan melalui proses tender yang transparan.
Hal ini penting untuk memastikan tidak ada pelaku usaha lain yang dirugikan dan menjamin profesionalisme dalam pelaksanaannya.
Karena itu, penegasan BGN soal larangan bagi ASN dinilai belum cukup. Tanpa batasan tegas terhadap pejabat politik, program MBG dikhawatirkan berubah dari upaya pengentasan gizi menjadi lahan proyek baru bagi elite lokal. (Greg)
Penulis : Gregorius
Editor : -
Leave a comment