Pengamat Transportasi Dorong Pemerintah Segera Pindahkan Aktivitas Bongkar Muat ke Pelabuhan Kijing

12 November 2025 14:56 WIB
Pengamat Transportasi Intermoda, Syarif Usmulyani meninjau Terminal Kijing di Kabupaten Mempawah, Rabu (12/11/2025)/IST

PONTIANAK, insidepontianak.com – Terminal Kijing digadang-gadang  menjadi lokomotif ekonomi baru bagi Kalimantan Barat. Namun, harapan besar itu belum sepenuhnya terwujud.

Investasi fantastis senilai Rp2,9 triliun minim realisasi. Faktanya, kapal ekspor yang diperhitungkan jarang bersandar. Ironisnya, sebagian besar perusahaan justru memilih jalur lama di luar Kijing. Alhasil, Kijing pun sepi. Pemandangan 'sunyi' itu terlihat saat Rabu (13/11/2025). 

Data Pelindo menyebutkan hingga kini ekspor Crude Palm Oil (CPO) hanya dilakukan satu perusahaan, yakni PT IUP. Padahal Kalbar memiliki 400 perkebunan. 

Selain CPO, komoditas lain seperti bauksit, batu bara, kernel, pupuk, dan alumina juga menjadi komoditas yahh sudah ekspor lewat Kijing. Ada pun alumnina baru dikirim terbatas oleh dengan tujuan utama ke India terakhir hanya sekitar 27 ton alumina.

Lemahnya optimalisasi Kijing memantik keprihatinan Pengamat Transportasi Intermoda, Syarif Usmulyani. Karenanya, ia mendorong pemindahan aktivitas bongkar muat logistik dari Kota Pontianak ke Kijing. 

"Tidak lagi, dipusatkan ke Pontianak karena Pontianak sudah sangat padat," ungkapnya. 

Ia menilai, keterlambatan pemindahan tersebut berisiko besar terhadap keselamatan masyarakat dan menyebabkan Kijing tidak beroperasi secara optimal. 

Usmulyani menyebut, aktivitas truk tronton pengangkut kontainer di Kota Pontianak sudah sangat padat. Ia mencatat ada sekitar 617 kali per hari dan baru mendekati hampir  3000 ribu TEUs. 

"Bayangkan kalau tahun depan target pelindo mencapai 300 ribu TEUs, tekanan lalu lintasnya akan luar biasa. Kondisi seperti ini saja kecelakaan lalu lintas sudah meningkat. Apalagi, jika sampai 3000 TEUs," ungkapnya. 

Menurutnya, dengan luas wilayah Pontianak yang hanya 108 kilometer persegi, tanpa adanya penambahan jalan baru dan dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, aktivitas tronton  mengancam keselamatan pengguna jalan.

"Kita harus memilih, apakah mau mempertaruhkan keselamatan warga setiap hari, atau memindahkan kegiatan bongkar muat ke tempat yang sudah siap dan berpotensi besar seperti Kijing,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah daerah, DPRD, hingga Kementerian Perhubungan untuk menyusun langkah cepat dan tegas agar seluruh kegiatan bongkar muat segera dialihkan ke Pelabuhan Kijing. 

Kijing Sangat Siap

Menurut Usmulyani Terminal Kijing yg memiliki potensi besar menjadi pusat logistik dan ekspor-impor internasional bagi wilayah Kalimantan dan bahkan Indonesia bagian timur. 

Saat ini, fasilitas di Terminal Kijing sangat siap. Hanya saja, diperlukan dukungan penuh dari pemerintah, terutama dalam pembangunan jalur khusus truk kontainer (tronton) demi kelancaran dan keselamatan transportasi.

"Kendala utamanya ada di jalur transportasi. Jalan menuju dan dari Pelabuhan Kijing masih menyatu dengan lalu lintas umum. Padahal tronton pengangkut peti kemas ini panjang dan berisiko tinggi jika bercampur dengan kendaraan biasa,” tegasnya.

Usmulyani mengungkapkan bahwa keberadaan Kijing dapat mengefisiensi waktu dan biaya logistik. Bayangkan, sebelum berstatus internasional, pelayaran dari Kalbar harus ke Singapura. Sekarang, ekspor sudah dapat langsung ke Cina dan India dengan butuh sekitar tujuh hari. 

"Ini efisiensi yang luar biasa, apalagi posisi Kijing langsung menghadap Laut Cina Selatan,” jelasnya.

Dengan posisi geografis strategis tersebut, Kijing berpeluang menjadi gerbang ekspor utama Indonesia ke China, India, dan negara-negara Asia lainnya.

 Namun, menurutnya peluang besar ini belum dimanfaatkan maksimal karena dukungan infrastruktur darat masih minim.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah provinsi dan pusat segera membangun jalur khusus logistik agar pergerakan kontainer dari Kijing ke Pontianak dan daerah lain lebih aman dan efisien.

“Pemerintah harus memberikan dukungan penuh terhadap infrastruktur pendukung pelabuhan,” katanya.

Karena itulah, dampaknya saat ini utilisasi pelabuhan saat ini baru mencapai 30–50 persen. Jauh dari kapasitas optimal. Salah satu penyebabnya adalah fasilitas. 

Ia menyebut, salah satu kelebihan Kijing, adalah kedalam dermaga yang mampu disadari 17 kapal bertonase besar hingga 30 ribu ton. 

"Sekarang sudah bersandar kapal dengan dengan kapasitas 30 ribu ton. Jika dilakukan pengerukan bisa mencapai 50 ribu ton," ungkapnya. 

Namun, memang perlu mendapat dukungan investasi untuk memindahkan aktivitas mereka ke Kijing. Sebab, masih ada beberapa perusahan yang enggan menolak dengan alasan klise. Padahal, baru memagari sungai. 

Usmulyani mendesak pemerintah bersikap tegas dan adil terhadap semua perusahaan. Ia menilai, tidak boleh ada “penyimpangan kekuasaan” atau perlakuan istimewa yang merugikan keadilan ekonomi antar pelaku usaha.

“Pemerintah harus berani berkata tegas. Tidak boleh ada abuse of power. Semua perusahaan harus diperlakukan sama. Ini soal keadilan dan keseimbangan manfaat ekonomi,” tuturnya. 

Ia menegaskan, kunci dari semua persoalan ini adalah political will kepala daerah dan pemerintah pusat, agar keputusan strategis terkait pemindahan kegiatan logistik benar-benar dijalankan demi keselamatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang adil.

“Kuncinya ada di political will. Pemerintah harus berani bersikap sama kepada semua pelaku usaha, karena ini bukan hanya tentang investasi, tapi tentang masa depan keselamatan dan ekonomi, ” tuturnya. 

Ia optimis jika Terminal Kijing dapat dimaksimalkan maka akan mendongkrak ekonomi. (Andi)


Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar