Masih Mencari Novum Baru Pulau Pengikik, DPRD Masih Dorong Kajian!
 
                PONTIANAK, insidepontianak.com – Kajian terkait lepasnya Pulau Pengikik dari Kabupaten Mempawah ke Provinsi Kepulauan Riau masih terus dilakukan.
Waktu dua bulan yang diberikan Komisi I DPRD Kalbar kepada Biro Pemerintahan Setda Provinsi Kalbar belum berhasil menemukan novum atau bukti baru yang dapat memperkuat klaim Kalbar atas pulau tersebut.
Adapun dokumen baru yang berhasil dikumpulkan baru sebatas, Regeling Almanak 1925. Namun dinilai belum kuat karena hanya merupakan dokumen administratif terkait struktur organisasi pemerintahan di era pemerintahan Belanda. Walaupun memuat pulau pengikik.
Karena itulah, Komisi I DPRD Kalbar menilai masih perlu pendalaman bukti baru terkait pulau pengikik. Hal itu terungkap dalam rapat kerja Komisi I DPRD Kalimantan Barat bersama sejumlah pihak terkait, Jumat (31/10/2025).
Rapat dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Rasmidi dan Sekretaris Komisi I Zulfydar Zaidar Mochtar. Sekretaris Komisi I DPRD Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar, mengatakan hingga saat ini kajian yang dilakukan pemerintah daerah belum menunjukkan terobosan berarti.
Ia menilai, data yang disampaikan masih lemah dan perlu diperkuat kembali dengan sumber historis yang lebih tua. Untuk itulah, diharapkan ada Novum baru dari ahli yang lain untuk memperkaya dasar ekonomi dan sosial politik.
“Ada data lama yang disebutkan oleh Pak Turiman dan Pak Safaruddin yang lebih tua. Data ini diyakini bisa memperkuat posisi Kalbar karena bersumber dari arsip lama, bahkan sebagian datanya disebut ada di Belanda,” ungkap Zulfydar Zaidar Mochtar.
Zulfydar menjelaskan, berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mempawah, Pulau Pengikik Besar dan Pulau Pengikik Kecil seharusnya masih masuk wilayah Kalimantan Barat.
Sekretaris DPW PAN menegaskan, kajian mendalam perlu dilakukan sebelum mengajukan novum baru ke pemerintah pusat agar seluruh langkah memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengembalikan pulau pengikik ke Kalbar.
Komisi I juga mendorong agar Biro Pemerintahan dan Biro Hukum Pemprov Kalbar segera menambah kajian yang lebih komprehensif, dengan melibatkan pakar dari berbagai bidang, seperti sejarah, ekonomi, dan sosial politik.
"Penyampaian pemerintah dari pertemuan sebelumnya perlu penguatan. Biro hukum kita harapkan menambah kajian kembali terkait duduk fakta-fakta tersebut," ungkapnya.
Pulau Pengikik Masuk di Perda Mempawah
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mempawah, Darwis Harafat mengatakan, Perda Mempawah masih menegaskan Pulau Pengikik Besar dan Kecil jelas masuk dalam wilayah Mempawah.
" Perda itu sudah dievaluasi dan disetujui oleh provinsi sejak 2014 yang lalu, jadi mestinya tak ada masalah,” kata Darwis.
Sesuai aturan sebelum ditetapkan dievaluasi Provinsi dan hasil evaluasi tidak ada masalah.
"Hari ini disampaikan data-data tidak sesuai yang kita harapkan. Ini yang membuat kita kecewa kepada Pemprov," ungkapnya.
Ia menilai, berkaitan tapal batas Kabupaten merupakan kewenangannya Provinsi. "Kan lucu, pulau pengikik tidak masuk ke mereka, kenapa perda kami tentang itu mereka terima," ungkapnya.
Posisi Kalbar Kuat
Pengamat Hukum Tata Negara Turiman Faturrahman, menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum berhasil menemukan novum baru atau bukti pendukung yang kuat dalam sengketa lepasnya Pulau Pengikik dari Kabupaten Mempawah ke Provinsi Kepulauan Riau.
Sebab, hanya menunjukkan dokumen Regeling Almanak 1925 yang notabene dalam Perspektif UU No. 30 Tahun 2014 bukan peraturan perundang-undangan”, tetapi merupakan produk administrasi pemerintahan kolonial yang: mencatat kewenangan, batas, dan struktur organisasi pemerintahan, diterbitkan oleh otoritas yang sah saat itu (pemerintah Hindia Belanda).
Menurut Turiman, seharusnya Pemprov Kalbar juga menelusuri dokumen yang lebih tua dari Regeling Almanak 1925, salah satunya Staatblad Nederlansch-Indie Nomor 202 Tahun 1849 yang mengatur seluruh wilayah Kalbar sebelum berdirinya daerah Istimewa Kalbar.
Selain itu, juga mengacu protokol PBB tahun 1949 yang menjadi lampiran yang penyerahan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
“Dalam protokol itu ada pengakuan dari 12 swapraja yang bergabung ke Kalbar. Salah satunya Daerah Istimewa Kalbar dan diatasnya Daerah Riau. Ini bisa jadi dasar historis yang kuat untuk memperkuat posisi Kalbar,” jelasnya.
Sebab, dalam protokol tersebut, memuat pulau Pulau Pengikik yang bekas kerajaan di wilayah Kalbar masuk ke Westerafdeling Van Borneo.
"Inklut di dalamnya Afdeling Mempawah," tegas Dosen Untan bidang Hukum Tata Negara.
Ia menyoroti bahwa Undang-Undang Pembentukan Provinsi Riau tidak melampirkan peta batas sebelah timurnya menyatakan berbatasan dengan Malaysia dan Kalbar. Sementara dalam Perda Kepulauan Bintan nomor 11 tahun 2007 menyatakan batas timur berbatasan dengan Pulau Datok Provinsi Kalbar sebelum bergabung dengan Provinsi Riau Kepulauan.
"Dan batas wilayah sebagaimana dimaksud harusnya dituangkan dalam Perda tersebut. Sampai hari ini belum ada, malah yang dilampirkan hanya perjanjian dagang maritim 1857, " ungkapnya.
Dari kajian Turiman, Kalbar dinilai memiliki legitimasi kuat secara historis  dibanding Kepulauan Riau.
“Karena kita punya protokol PBB sebagai lampiran 1948 yang menjadi lampiran yang penyerahan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, "ungkapnya. 
Turiman menyarankan agar Pemprov Kalbar segera membentuk tim khusus penelitian dan kajian hukum historis, serta mengajukan keberatan resmi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Langkah pertama, bentuk tim penelitian independen yang melibatkan ahli hukum, sejarah, dan geospasial. Setelah itu, ajukan keberatan ke Kemendagri agar posisi Kalbar dalam kasus Pulau Pengikik punya dasar kuat secara hukum dan sejarah,” pungkasnya (Andi)
Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment