PT IGP Dinyatakan Pailit, Ason Dorong Pencabutan IUP dan HGU, Lahan Dikembalikan ke Masyarakat
 
                PONTIANAK, insidepontianak.com - Sejumlah masyarakat Kabupaten Landak, mendatangi DPRD Kalimantan Barat, Jumat (31/10/2025).
Mereka mendesak agar Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin PT Ichtiar Gusti Pudi (IGP) dicabut.
Sebab, perusahan tersebut sudah dinyatakan pailid dan tidak lagi mengelola lahan secara aktif. Masyarakat berharap masyarakat dapat kembali memanfaatkan lahan milik mereka sendiri.
Aspirasi mereka diterima Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Barat, Fransiskus Ason. Untuk diketahui perusahaan perkebunan tersebut diketahui merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah tiga tahun tak beroperasi sejak 2022.
Perusahaan tersebut punya lahan 7000 hektare. Adapun lahan masyarakat sekitar 2000 hektare lebih.
Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Barat, Fransiskus Ason, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Aliansi Masyarakat di Lahan PT Ichtiar Gusti Pudi Global (IGP) yang meminta pemerintah mencabut izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) perusahaan tersebut.
Menurut Ason, PT IGP yang bergerak di sektor perkebunan sawit telah dinyatakan pailit sejak 2022 dan sejak tahun 2022 tidak lagi beroperasi di lapangan.
Kondisi inilah, yang membuat ribuan hektar lahan masyarakat kehilangan kepastian hukum.
“Kita memberikan dukungan dan support kepada masyarakat. PT IGP ini yang sudah pailit tidak beroperasi. Maka, izin IUP dan HGU-nya harus dicabut dan lahan dikembalikan kepada masyarakat,” tegas Ason.
Ason menjelaskan, total lahan milik PT IGP yang terdaftar memiliki luas sekitar 7.000 hektar, namun baru sekitar 4.000 hektar yang dibebaskan.
Artinya, kata Ketua DPD Golkar Kalbar ini masih ada lebih dari 2.000 hektar yang belum jelas statusnya. Sementara masyarakat belum mendapat ganti rugi.
“Masih ada sekitar dua ribu hektar lebih lahan yang belum diganti rugi. Karena itu, kami mendorong agar HGU dicabut dan diserahkan kembali kepada masyarakat melalui BPN,” ujar Ason.
DPRD Kalbar, kata Ason, akan segera menindaklanjuti hasil audiensi tersebut dengan menyurati Gubernur Kalbar untuk mencabut izin HGU.
"Ketua DPRD Kalbar nantinya akan menyurati gubernur hasil rekomendasi Komisi II agar pemerintah segera mencabut IUP dan HGU PT IGP," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar di Heronimus Hero menegaskan pemerintah akan mendorong langkah pencabutan izin usaha.
Pencabutan izin menjadi langkah hukum yang tepat untuk memberikan kepastian bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
Ia menilai, karena status perusahaan sudah pailit sejak 2024, maka seluruh proses perpanjangan izin atau operasional tidak lagi relevan.
“Statusnya sudah ditetapkan pailit, jadi tidak ada alasan lagi untuk memperpanjang izin. Langkah selanjutnya adalah memproses pencabutan izin supaya jelas hak dan kewajiban baik bagi pemerintah maupun masyarakat,” ujar Hero.
Hero menjelaskan, saat ini aktivitas di lapangan memang masih ada, tetapi dilakukan oleh masyarakat sekitar, bukan lagi oleh pihak manajemen perusahaan.
Kondisi ini, menurutnya, menjadi salah satu alasan kuat untuk mempercepat proses pencabutan izin dan menjaga stabilitas di lapangan.
Heronimus menyebut, langkah pencabutan izin akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah provinsi akan mendorong Pemerintah Kabupaten Landak untuk segera mengusulkan pencabutan IUP ke Bupati Landak dan menyampaikan rekomendasi ke Kementerian Investasi/BKPM, mengingat PT IGP merupakan penanaman modal asing (PMA).
“Karena ini PMA, pencabutan izin usahanya dilakukan di tingkat kementerian. Tapi pemerintah kabupaten tetap kami dorong untuk segera mengusulkan pencabutannya,” jelas Hero.
Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mencabut HGU perusahaan. Ia menilai, selain sudah tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, PT IGP juga diduga tidak lagi memenuhi kewajiban pajaknya, yang menjadi alasan kuat untuk mencabut HGU tersebut.
Terkait lahan masyarakat, Hero menegaskan bahwa tanah dengan bukti hak yang sah, seperti sertifikat atau alas hak lainnya akan dikembalikan kepada masyarakat pemilik. Sementara sebagian lahan yang berstatus tanah negara akan diserahkan kembali ke pemerintah daerah.
“Kalau alas haknya jelas, lahan itu kembali ke masyarakat. Tapi kalau sebagian merupakan tanah negara, maka dikembalikan ke pemerintah daerah. Bisa dijadikan aset atau ditawarkan ke investor baru, tergantung kebijakan daerah,” pungkasnya. (Andi)
.
Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : -

Leave a comment