Kalbar Perlu Kesiapsiagaan Ekstra, Menteri LH Apresiasi GAPKI Jadi Role Model Cegah Karhutla

PONTIANAK, insidepontianak.com - Pemerintah terus mendorong penguatan kolaborasi antara negara dan sektor industri dalam menghadapi tantangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Salah satu yang menjadi fokus utama adalah kemitraan dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yang dinilai telah menjalankan pendekatan strategis dalam pengelolaan risiko kebakaran.
Hal itu ditegaskan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq saat menghadiri agenda Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Karhutla di Kalimantan Barat.
Hanif menegaskan, Kalimantan Barat (Kalbar) harus mendapatkan perhatian serius karena merupakan provinsi dengan jumlah titik panas (fire spot) terbanyak di Indonesia, yakni sebanyak 57 titik.
“Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki kecenderungan kebakaran hutan yang relatif tinggi. Oleh karenanya, menjadi penting untuk merekatkan hubungan yang sangat dinamis terutama dengan GAPKI dan seluruh stakeholder terkait,” ujar Hanif.
Menurut Hanif, kemitraan dengan GAPKI dan pemangku kepentingan lainnya perlu terus diperkuat, terlebih di provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi seperti Kalimantan Barat.
Ia menekankan bahwa kesiapan di tingkat daerah sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan karhutla secara nasional, mengingat kondisi geografis dan sebaran lahan yang begitu luas.
Selaras dengan hal itu, Gubernur Kalimantan Barat yang diwakili oleh Sekretaris Daerah, Harrison menyampaikan bahwa provinsi Kalimantan Barat memiliki total luas wilayah perkebunan mencapai 14,7 juta hektare, dengan luas Kawasan hutan mencapai 8,32 juta hektare, serta memiliki ekosistem gambut terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Riau, dan Kalimantan Tengah yang mencapai 2,67 juta hektare.
“Dengan karakteristik wilayah seperti ini, Kalimantan Barat memang masuk dalam kategori rawan Karhutla. Kami tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu kami dorong keterlibatan aktif dari stakeholder dan juga masyarakat melalui kelompok seperti Desa Mandiri Peduli Gambut, Masyarakat Peduli Api, hingga Kelompok Tani Peduli Api,” ujar Harrison.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga telah melakukan berbagai langkah antisipasi seperti modifikasi cuaca dan memperkuat kerja sama lintas sektor, termasuk dengan TNI/Polri, BPBD, BMKG, dan pelaku usaha.
Sekretaris Jenderal GAPKI, M. Hadi Sugeng menegaskan bahwa seluruh perusahaan anggota GAPKI berkomitmen untuk menjalankan langkah-langkah konkret dalam menghadapi musim kemarau dan mitigasi Karhutla, termasuk di wilayah Kalimantan Barat.
“Semua perusahaan anggota GAPKI diwajibkan untuk mematuhi regulasi yang berlaku dan memastikan seluruh sumber daya, baik personil maupun peralatan, dalam kondisi siap siaga. Kami juga secara aktif melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya pencegahan, karena kami percaya pengelolaan risiko kebakaran tidak bisa dilakukan sendiri,” jelas Hadi.
Ia juga menambahkan bahwa kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan (sustainability) menjadi komitmen jangka panjang GAPKI, yang tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga perlindungan lingkungan dan sosial di sekitar area operasional.
Sebagai bagian dari kunjungannya, Hanif juga meninjau langsung kesiapan fasilitas dan personil salah satu perusahaan anggota GAPKI yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Ia mengapresiasi inisiatif GAPKI dalam membangun sistem pengendalian Karhutla berbasis kolaborasi lintas pihak dan berharap sistem ini dapat diadopsi secara luas.
“Kita ingin GAPKI menjadi contoh. Latihan, peralatan, koordinasi masyarakat, semua harus ditingkatkan. Kami ingin kewaspadaan ini jadi budaya, bukan sekadar reaksi musiman,” terangnya.
Lebih lanjut, Hanif menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memastikan seluruh pengusaha sawit di Indonesia ke depannya tergabung dalam GAPKI. Hal ini sejalan dengan upaya penegakkan standar keberlanjutan melalui instrumen PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan).
“Ke depan, kami akan mendorong agar setiap perusahaan sawit wajib menjadi anggota GAPKI. Karena untuk bisa mendapatkan PROPER hijau, salah satu syaratnya adalah tergabung dalam GAPKI. Ini penting untuk memastikan seluruh pelaku industri tunduk pada standar operasional yang tinggi, transparan, dan berkelanjutan,” tegas Hanif.***
Penulis : Abdul Halikurrahman/ril
Editor : -
Leave a comment