Balita 3 Tahun Anak Buruh Sawit Meninggal karena Lamban Ditangani Medis, Perusahan Disebut Tolak Biaya Pengobatan

PONTIANAK, insidepontianak.com -Seorang balita perempuan berusia 3 tahun 3 bulan bernama Safira, meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit di Pontianak, Jumat (2/5/2025).
Kepergian Safira diduga karena tidak mendapat pertolongan medis segera. Sebab, keluarganya tidak mampu membayar biaya pengobatan. Ironisnya, perusahan tempat sang ayah berkerja enggan memberikan pertolongan biaya.
Muali, Sekretaris Federasi Serikat Buruh Kebun Sawit Kalimantan Barat (FSBKS Kalbar) mengatakan, balita tiga tahun ini sebelumnya sempat kejang-kejang.
Ia dilarikan ayahnya ke klinik kebun. Rekomendasinya Safira harus dibawa ke Puskesmas Balai Bekuak Simpang Hulu lalu di bawa ke rumah sakit Pontianak.
Namun, apa daya, ayahnya Yohanes Talelu, yang merupakan buruh harian lepas PT Aditya Agroindo, yang berlokasi di Kecamatan Simpang Hulu, Ketapang tidak memiliki jaminan kesehatan (BPJS).
Di samping itu, pendapatannya pun tidak mencukupi untuk membiayai transportasi dan perawatan rumah sakit.
"Akhirnya upaya rujukan urung dilakukan," ungkapnya.
Tak tinggal diam, pengurus serikat pun berkoordinasi dengan manajemen perusahan untuk membawa Safira ke rumah sakit dengan biaya ditanggung perusahaan.
"Namun lagi-lagi pihak manajemen menolak," ucap Mailia.
Akhirnya, Safira Talelu dirawat di klinik kebun dengan fasilitas sangat terbatas. Tak lama, balira malang itu dibawa oleh serikat buruh ke Pontianak dengan biaya ditanggung oleh federasi.
"Namun, kurang lebih pukul 23.30 WIB dikabarkan oleh pengurus serikat balita tersebut telah meninggal dunia," ungkapnya.
Muali menyebut tindakan perusahan dinilai telah melanggar HAM dan gagal menjalankan kewajiban dasar terhadap pekerja dan keluarganya.
Sebagai anggota GAPKI, yang mengklaim menjunjung prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, kasus ini menurutnya membuktikan adanya jurang antara klaim dan kenyataan di lapangan.
"Indikasi besar perusahan telah melanggar Undang-Undang dan peraturan yang merujuk pada tindakan pidana," paparnya.
Muali mendesak agar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat turun memeirksa perusahaan tersebut. Harus diselidiki, untuk memastikan semua buruh yang bekerja di atas 3 tahun diangkat menjadi karyawan.
"Kepada Bupati Kabupaten Ketapang diharapkan untuk merespons dan mengambil sikap yang bijak dan tegas, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang dan Peraturan yang telah mencederai kemanusiaan dan keadilan," tegasnya.
Mereka juga mendesak GAPKI segera mencabut keanggotaan PT. Aditya Agroindo Anak perusahaan Kalimantan Plantation Unit (KPU) dan melakukan audit terhadap seluruh anggota GAPKI yang diduga melanggar Undang-Undang dan Peraturan terkait hak buruh.
Hingga berita ini diunggah, Insidepontianak.com masih berupaya menghubungi pihak perushaan untuk mengonfirmasi persoalan ini.***
Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : -
Leave a comment