Apkasindo Sampaikan Keluhan Petani Soal Ketimpangan Harga dan Minimnya Anggaran Pembinaan, Ason: Perlu Perbaikan Tata Niaga

22 Mei 2025 16:18 WIB
Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Fransiskus Ason/ist

PONTIANAK, insidepontianak.com – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalimantan Barat menyuarakan berbagai persoalan krusial yang mendera petani sawit kepada Komisi II DPRD Kalimantan Barat.

Salah satunya merealisasikan pembentukan Badan Sawit Nasional (BSN) guna memperbaiki tata niaga kelapa sawit. 

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Fransiskus Ason, pada Rabu (21/5/2025), Ketua DPW Apkasindo, Indra Rusrandi, menyoroti ketimpangan harga Tandan Buah Segar (TBS), minimnya anggaran pembinaan bagi petani, serta perlunya penguatan kelembagaan petani sawit.

Indra Rusrandi secara tegas berbicara disparitas harga TBS antara wilayah timur dan pesisir Kalimantan Barat. 

Ia mengungkapkan bahwa harga sawit di daerah seperti Sintang dan Sanggau bisa mencapai angka tinggi, sementara di wilayah pesisir seperti Kabupaten Kubu Raya atau Mempawah justru lebih rendah.

"Perbedaan ini terjadi karena adanya permainan harga yang dilakukan oleh perusahaan atau tengkulak," jelas Indra. 

Akibatnya, petani mandiri yang tidak tergabung dalam plasma atau kemitraan seringkali menjadi korban, terpaksa menjual ke tengkulak atau ram loding dengan harga lebih murah karena lokasi pabrik yang jauh.

Ia juga melihat kompleksitas birokrasi yang melibatkan 33 kementerian dan lembaga dalam mengurus sektor kelapa sawit di Indonesia. 

Karena itulah, Apkasindo mendesak agar pemerintah segera merealisasikan pembentukan Badan Sawit Nasional (BSN). BSN diharapkan hanya satu-satunya badan yang urus sawit. 

"Di Indonesia ini ada 33 kementerian dan lembaga yang mengurus sawit. Berbeda dengan Malaysia yang hanya satu," ujar Indra. 

Menurut Indra, konsentrasi pengelolaan di bawah satu badan diyakini akan menciptakan efisiensi, transparansi, dan daya saing yang lebih tinggi di pasar global.

 "Supaya satu jalur satu pintu, kita mendorong agar ada Badan Sawit Nasional yang jadi pintu utama ekspor," tegasnya.

Selain itu, Apkasindo Kalbar juga menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan sumber daya manusia di sektor kelapa sawit melalui program beasiswa. 

"Program kami dengan kementerian ada beasiswa yang tahun ini empat ribu. Khusus anak petani sawit, supir dan karyawan perkebunan," jelas Indra.

Menanggapi berbagai masukan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Fransiskus Ason, mendesak Pemerintah untuk segera memperbaiki tata niaga kelapa sawit. Supaya sektor ini dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat. 

Ia menyoroti kenaikan pajak ekspor yang membebani petani, dari 7,5 persen menjadi 10 persen. 

"Inikan memberatkan," ungkapnya. 

Legislator Partai Golkar ini menilai kontribusi negara kepada petani dalam bentuk pembinaan masih sangat kurang.

Ason juga menyoroti masalah replanting yang dinilai masih jauh dari target, padahal program ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas lahan petani kecil. 

Rendahnya transparansi pengelolaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga menjadi perhatian. Sebab, dana yang berasal dari pungutan hasil sawit, kata Ason, seharusnya digunakan untuk mendukung kepentingan petani secara langsung, seperti penelitian, pelatihan, atau pendampingan asosiasi petani.

"Kami minta agar BPDPKS lebih transparan dan fokus pada pemberdayaan petani," tegas Ason.

 Terakhir, Ason juga mendorong agar Apkasindo yang aktif dalam pembinaan dan pemberdayaan petani mendapat dukungan pemerintah dalam bentuk anggaran.

 "Kalau bisa dari dana BPDPKS bisa juga dibantu asosiasi petani karena mereka juga memperjuangkan kepentingan masyarakat," pungkasnya (Andi)


Penulis : Andi Ridwansyah
Editor : Wati Susilawati

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar