Mahasiswa Hukum UNISSAS Kritik Postur APBD Sambas 2025, Desak Evaluasi dan Transparansi

SAMBAS, insidepontianak.com – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS) kritisi struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sambas Tahun 2025.
Dalam kajian yang mereka lakukan, mahasiswa menyoroti dominasi alokasi belanja pegawai yang hampir mencapai 50% dari total anggaran. Angka ini dinilai tidak sebanding dengan belanja langsung yang menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan UMKM, yang hanya mendapatkan porsi sekitar 10–15%.
Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, Luffi Ariadi, menilai bahwa terdapat sejumlah titik rawan dalam proses penyusunan maupun pelaksanaan APBD.
Ia menyoroti alokasi anggaran di sektor strategis serta lemahnya sistem evaluasi kinerja anggaran yang berjalan. Tak hanya itu, Luffi juga menegaskan perlunya keterbukaan informasi kepada publik terkait dokumen perencanaan dan realisasi anggaran.
"Kami tidak ingin APBD hanya menjadi formalitas tahunan yang jauh dari kepentingan rakyat,” tegas Luffi.
Mahasiswa hukum UNISSAS kemudian mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Sambas untuk segera mengambil langkah konkret. Beberapa tuntutan yang mereka ajukan antara lain:
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Perda No. 5 Tahun 2024 dengan berlandaskan prinsip efisiensi dan asas manfaat, Kedua, meninjau ulang besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai.
Meningkatkan porsi anggaran bagi sektor produktif dan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, serta ketahanan pangan.
Dan membuka akses publik terhadap dokumen APBD secara digital dan terstruktur guna mendukung keterbukaan informasi.
Struktur anggaran yang dinilai tidak seimbang ini, menurut para mahasiswa, berpotensi memperlebar kesenjangan pembangunan antarwilayah di Kabupaten Sambas.
Mereka pun mendorong dilakukan audit sosial independen terhadap belanja daerah, khususnya di sektor-sektor rawan penyimpangan.
Tak hanya mengkritik, mahasiswa juga mengusulkan sejumlah solusi konkret, dari penerapan sistem e-Budgeting, e-Planning berbasis website, pembentukan Komite Independen Pemantau APBD banyak pihak hingga penyusunan ulang prioritas pembangunan daerah dengan pendekatan partisipatif dalam Musrenbang, disertai dasar hukum dan tindak lanjut yang jelas.
Mereka juga mengkritisi pelaksanaan review tahunan terhadap Perda APBD oleh lembaga akademik independen.
Luffi menegaskan bahwa sikap kritis yang ditunjukkan mahasiswa bukan bentuk penolakan terhadap pemerintah maupun program pembangunan.
"Kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi. Kami tidak menentang pemerintah, tapi kami menolak ketidakadilan. Kami tidak melawan pembangunan, tapi kami menentang pemborosan,” pungkasnya. (Nia)
Penulis : Antonia Sentia
Editor : Wati Susilawati
Tags :

Leave a comment